Kemana Jokowi Jk membawa pasal 33 UUD45?




Akhir akhir ini kita dihebohkan mengenai beras sintetis yang berbahas plastic.  Berbagai Media sudah menyampaikan berita tersebut di tengah tengah masyarakat.  Scopindo sebagai Organisasi yang memiliki kepebalitas dan  keabsahan informasi telah memberitakan kebenaran beras berbahan plastic tersebut.  Akan tetapi hal yang sungguh mengejutkan kita adalah BPOM, bekerjasama dengan Puslabor Polri menyampaikan bahwa beras berbahan plastic itu hanya isu belaka dan tidak terbukti.
Terus bagaimana dengan  bukti bukti yang telah banyak ditunjukkan oleh media dari berbagai temuan di daerah daerah?  Bagaiman dengan nasib mereka mereka yang mengalami gangguan penyakit yang diakibatkan dari mengkosumsi beras plastic tersebut?
Mengapa Permerintahan Jokowi Jk masih saja menutupi semua ini?  Bahkan tidak tanggung tanggung BPOM & Puslabor dilibatkan untuk menyampaikan kepada masyarakat melalui konfrensi pers, tanpa menunjukkan hasil laboratorium secara transparan?
Sepertinya ada kesan yang ditutup tutupi oleh Pemerintahan ini.  Mungkinkah ada tekanan dari Negara asal yang menjadi pemasok beras tersebut?  Mungkinkah ada kepentingan yang lebih besar ingin dilindungi agar permasalahan ini bisa diatasi secepat kilat tanpa didukung bukti bukti yang memberikan kenyamanan kepada masyarakat kita?
Masih banyak kemungkinan kemungkinan yang muncul di dalam benak kita sebagai rakyat yang tidak mampu berbuat apa apa, kecuali hanya pasrah dengan keadaan yang serba meragukan ini.
Sebelumnya terjadi juga kenaikan harga beras yang diluar kendali.  Yang pada akhirnya para pihak yang bertanggung jawab saling memberikan statmen yang berbeda dan terkesan saling menyalahkan dan menutupi.  Lagi lagi yang menjadi korbannya adalah masyarakat Indonesia yang harus membayar harga lebih mahal dalam memenuhi kebutuhan pokoknya sehari hari.  Sementara bila kita melihat kehidupan petani kita, tidaklah dapat menikmati dari naiknya harga beras yang sangat signifikan tersebut.  Padahal Pemerintah ini memiliki Bulog sebagai pengendali harga dan pemberi penentu harga pembelian gabah dari petani.  Tetap saja bulog tidak mampu menjawab semua permasalahan tersebut.
Pertanyannya, siapa yang menikmati itu semua?  Lagi lagi kita tak mampu menjawabnya, kecuali bertanya pada rumput yang bergoyang kata bait lagu Ebit G Ade.
Sebentar lagi menyambut puasa, harga harga kebutuhan pokok masyarakat mulai berangsur angsur naik.  Bahkan Pemerintah sudah memberi signal akan membuka keran impor daging, beras dan berbagai kebutuhan pokok masyarakat kita.  Padahal bila melihat data statistic yang disampaikan BPS 2014, stok beras dalam negeri masih mencukupi hingga menjelang Lebaran nanti, mencapai 3,5 – 4 juta ton.  Sedangkan stok daging sapi, 14,8 juta ekor setara dengan 266.400 ton, kebutuhan sekitar 3,4 ekor atau sekitar 61.200 ton, juga masih bisa ditangani di dalam negeri.  Terus mengapa lagi lagi pemerintah begitu gampangnya membuka kran import tersebut?
Siapa sebenarnya yang diuntungkan dalam impor tersebut?
Bukankah dengan membuka kran impor beras maupun daging sapi, yang akan menjadi korbannya adalah petani dan peternak kita?
Bahkan ada relis di beberapa media, jangan sampai kita panen beras di pasar bukan di pertanian.
Lagi lagi pertanyaannya adalah semua data tesebut berdasarkan Lembaga Pemerintah yang bernama Badan Pusat Statistik (BPS), yang dijamin oleh Pemerintah bahkan tidak boleh ada lembaga lain mengeluarkan data selain BPS tersebut.  Mengapa pemerintah sendiri membantah data yang muncul dari lembaganya sendiri?
Ditambah tidak seriusnya pemerintah melalui kementerian pertanian dan peternakan dalam mengelola dan mengembangkan potensi yang dimiliki Negara kita.  Pertanian dan peternakan tidak mendapatkan perhatian yang serius dan tidak mendapatkan subsidi.  Bahkan pemerintah membiarkan semua berjalan sesuai dengan mekanisme pasar bebas.  Lupakah pemerintah atas tugas dan tanggung jawabnya?
Terlepas dari semua persoalan dan pertanyaan di atas dapatlah kita simpulkan sbb:
1.       Pemerintah telah menyimpang dari pasal 33 UUD45, untuk melindungi masyarakatnya dalam hal kebutuhan hidup.
2.       Pemerintah harus merevitalisasi Badan Pusat Statistik (BPS) bila memang data yang dihasilkan selama ini tadak akurat, bahkan terkesan menyimpang.
3.       Pemerintah melalui kementerian pertanian dan peternakan harus lebih focus dan serius dalam mengelola dan memberikan bantuan terhadap petani dan peternak. Melalui program program yang berkelanjutan dan pemberian subsidi serta bantuan permodalan kepada petani.
4.       Pemerintah harus memiliki lembaga resmi yang langsung di bawah Presiden dalam menangani kebutuhan pokok masyarakat. Apakah mengembalikan Bulog kepada fungsi awalnya atau membantuk lembaga pangan lainnya.
5.       Pemerintah sudah tidak bisa membiarkan kebutuhan pokok masyarakat kepada mekanisme pasar bebas.  Artinya, pemerintah harus mengambil alih peran untuk mengatasi kebutuhan masyarakat secara nasional dan terpusat.
Semoga tulisan ini membawa sedikit pencerahan, dan tidak bermaksud menggurui kepada semua para pihak.  Dan kepada para pihak yang memiliki kewenangan, agar dapat mempertimbangkan masukan ini khusunya kepada para anggota DPR RI  yang membawahi kebutuhan masyarakat kita.
Harapan kita kedepan, tidak ada lagi permainan dan spekulasi menyangkut kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, khususnya rakyat kecil.

Komentar

Postingan Populer